Selasa, 14 Juli 2020

Infeksi HIV di Rongga Mulut



Penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) AIDS di Indonesia termasuk tinggi. Mengutip data dari Departemen Kesehatan tahun 2008, hasil survei pada subpopulasi tertentu yang menunjukkan prevalensi HIV di beberapa provinsi secara konsisten meningkat di atas 5%.
 
Penularan ini bukan hanya tersebar pada kalangan pekerja seks maupun pengguna narkoba. Orang yang bukan pecandu narkoba atau tidak pernah melakukan seks bebas pun berisiko terkena penyakit AIDS. Seringkali mereka tidak menyadari bahwa tubuhnya telah tertular HIV.

Menurut Dr. Irna Sufiawati, drg., Sp.PM., dosen Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Unpad, infeksi HIV dapat diidentifikasi melalui kesehatan gigi dan mulut. Menurutnya, dokter gigi dapat menemukan beberapa kelainan di rongga mulut yang merupakan manifestasi dari infeksi HIV.

Ada kelainan tertentu di rongga mulut yang dapat mengarahkan seseorang terinfeksi HIV. Menurut Irna, kelainan tersebut diantaranya ditandai dengan kemunculan oral hairy leukoplakia, bercak putih yang melekat pada bagian pinggir lidah, dan kemunculan infeksi jamur yang disebut oral candidiasis. Di beberapa kasus lain, infeksi juga terlihat dari kondisi gusi penderita yang berwarna merah seperti pita memanjang.

“Sebenarnya penyebab gusi merah itu banyak, bisa karena radang akibat karang gigi namun kalau dilakukan pembersihan atau scaling biasanya hilang. Bedanya dengan penderita HIV, setelah dilakukan pembersihan, gusi merah itu masih ada,” jelas Irna.
Dosen yang telah meneliti mengenai infeksi HIV di rongga mulut sejak 2006 ini mengatakan, meski tidak pernah melakukan hubungan seks multipartner atau mengonsumsi narkoba, ada kemungkinan penularan HIV salah satunya melalui perawatan gigi. Yang paling riskan adalah tindakan kedokteran gigi invasif yang berisiko menimbulkan luka, seperti pembersihan karang gigi atau pencabutan.

Tindakan tersebut memungkinan penularan melalui bercak darah penderita yang menempel di alat. Jika proses sterilisasinya kurang baik akan berisiko menularkan ke pasien yang lain. Di sisi lain, dokter gigi juga dapat terpapar HIV misalnya karena tertusuk jarum yang terkontaminasi darah penderita HIV. Dalam hal ini, Klinik Gigi dan Mulut/tempat praktek dokter gigi bisa memiliki risiko tinggi sebagai ruang penularan HIV.

Oleh karena itu saat ini sangat diperlukan kewaspadaan yang tinggi bagi para dokter gigi maupun mahasiswa Kedokteran Gigi terhadap risiko penularan HIV dan infeksi lain yang menyertainya. Jika tidak tertangani dengan baik, infeksi HIV akan menyebabkan kelainan yang serius pada rongga mulut. Irna mengatakan, mulut merupakan organ tempat masuknya nutrisi sekaligus berbagai jenis mikroorganisme ke dalam tubuh. Jika rongga mulut dalam keadaan sakit, secara otomatis seluruh badan terasa sakit dan kualitas hidup juga akan menurun.

“Infeksi HIV juga dapat menimbulkan infeksi lainnya di mulut, seperti virus herpes simpleks yang tampak seperti sariawan, human pappiloma virus yang dapat menyebabkan tumor, dan virus herpes lainnya yang dapat menyebabkan penyakit yang berbeda di dalam rongga mulut,” kata dosen kelahiran Mataram, 12 Agustus 1968 tersebut.

Jika terindikasi terinfeksi HIV, Irna menganjurkan penderita untuk melakukan konseling dan pemeriksaan ELISA, suatu tes untuk mendeteksi antibodi tubuh terhadap HIV. Jika terbukti positif, maka penderita akan menjalani terapi obat anti retroviral (ARV).

Sayangnya, hingga saat ini obat tersebut belum benar-benar bisa menyembuhkan penderita HIV secara tuntas. Obat ARV baru berfungsi memperlambat laju pertumbuhan virus di dalam tubuh.

“Pasien HIV itu khas, selain perawatan penyakitnya itu sendiri, segi psikisnya juga perlu ditangani. Merawat pasien HIV itu harus dengan ‘hati’. Sebab, masih ada stigma (cap buruk) yang melekat pada penderita HIV dan diskriminasi yang seringkali mereka alami,” paparnya.

Banyak masyarakat yang masih beranggapan bahwa HIV hanya diderita oleh para pekerja seks atau pengguna narkoba, padahal penyandang HIV dari kalangan ibu rumah tangga dan anak-anak meningkat terus belakangan ini.

Irna juga menjadi tim penanggulangan HIV AIDS dan menjadi dokter di Unit Pelayanan Gigi dan Mulut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, khususnya di bidang Penyakit Mulut. Di klinik Teratai RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, tim penanggulangan yang terlibat terdiri dari dokter umum, berbagai dokter spesialis seperti dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis anak, dokter spesialis syaraf, dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dan dokter spesialis lainnya serta tim khusus konseling.
“Saya melihat mereka semua bekerja dengan ‘hati’, melayani tanpa stigma dan diskriminasi” ujarnya singkat.

Ia sendiri sudah banyak meneliti tentang HIV AIDS yang dikaitkan dengan kesehatan rongga mulut. Penelitian terbarunya saat ini mengenai hubungan antara infeksi HIV dengan infeksi oportunistik, dengan fokus pada virus Herpes. Berdasarkan penelitiannya, virus HIV bisa memicu virus Herpes untuk berkembang biak, dan sebaliknya.

Penelitiannya pun telah banyak mendapatkan hibah dalam negeri maupun luar negeri. Saat ini, Irna melakukan penelitiannya di University of California San Fransisco melalui Hibah Penelitian Kerja Sama Luar Negeri dan Publikasi Internasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti).

Selain itu, hasil penelitiannya telah terpublikasi secara nasional maupun internasional. Irna juga pernah menjadi penerima Grant pada konferensi “The 6th World Workshop on Oral Health and Diseases in AIDS” di Beijing, China, 2009 yang diselenggarakan oleh International Association for Dental Research (IADR).
“Penelitian HIV yang sedang saya kerjakan ini tidak bisa selesai dalam waktu singkat, bahkan harus berkelanjutan hingga dapat diaplikasikan untuk pelayanan kesehatan penderita HIV. Namun setidaknya, saat ini saya bisa menyumbangkan hasil penelitian ini bagi kemajuan ilmu pengetahuan,” pungkasnya.*

Sumber : http://www.unpad.ac.id/profil/dr-irna-sufiawati-drg-sp-pm-tekun-teliti-infeksi-hiv-di-rongga-mulut