Penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) AIDS di Indonesia termasuk tinggi. Mengutip data dari Departemen Kesehatan tahun 2008, hasil survei pada subpopulasi tertentu yang menunjukkan prevalensi HIV di beberapa provinsi secara konsisten meningkat di atas 5%.
Penularan
ini bukan hanya tersebar pada kalangan pekerja seks maupun pengguna narkoba.
Orang yang bukan pecandu narkoba atau tidak pernah melakukan seks bebas pun
berisiko terkena penyakit AIDS. Seringkali mereka tidak menyadari bahwa
tubuhnya telah tertular HIV.
Menurut
Dr. Irna Sufiawati, drg., Sp.PM., dosen Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas
Kedokteran Gigi (FKG) Unpad, infeksi HIV dapat diidentifikasi melalui kesehatan
gigi dan mulut. Menurutnya, dokter gigi dapat menemukan beberapa kelainan di
rongga mulut yang merupakan manifestasi dari infeksi HIV.
Ada
kelainan tertentu di rongga mulut yang dapat mengarahkan seseorang terinfeksi
HIV. Menurut Irna, kelainan tersebut diantaranya ditandai dengan kemunculan oral
hairy leukoplakia, bercak putih yang melekat pada bagian pinggir lidah, dan
kemunculan infeksi jamur yang disebut oral candidiasis. Di beberapa
kasus lain, infeksi juga terlihat dari kondisi gusi penderita yang berwarna
merah seperti pita memanjang.
“Sebenarnya
penyebab gusi merah itu banyak, bisa karena radang akibat karang gigi namun
kalau dilakukan pembersihan atau scaling biasanya hilang. Bedanya dengan
penderita HIV, setelah dilakukan pembersihan, gusi merah itu masih ada,” jelas
Irna.
Dosen
yang telah meneliti mengenai infeksi HIV di rongga mulut sejak 2006 ini
mengatakan, meski tidak pernah melakukan hubungan seks multipartner atau
mengonsumsi narkoba, ada kemungkinan penularan HIV salah satunya melalui
perawatan gigi. Yang paling riskan adalah tindakan kedokteran gigi invasif yang
berisiko menimbulkan luka, seperti pembersihan karang gigi atau pencabutan.
Tindakan
tersebut memungkinan penularan melalui bercak darah penderita yang menempel di
alat. Jika proses sterilisasinya kurang baik akan berisiko menularkan ke pasien
yang lain. Di sisi lain, dokter gigi juga dapat terpapar HIV misalnya karena tertusuk
jarum yang terkontaminasi darah penderita HIV. Dalam hal ini, Klinik Gigi dan
Mulut/tempat praktek dokter gigi bisa memiliki risiko tinggi sebagai ruang
penularan HIV.
Oleh
karena itu saat ini sangat diperlukan kewaspadaan yang tinggi bagi para dokter
gigi maupun mahasiswa Kedokteran Gigi terhadap risiko penularan HIV dan infeksi
lain yang menyertainya. Jika tidak tertangani dengan baik, infeksi HIV akan
menyebabkan kelainan yang serius pada rongga mulut. Irna mengatakan, mulut
merupakan organ tempat masuknya nutrisi sekaligus berbagai jenis mikroorganisme
ke dalam tubuh. Jika rongga mulut dalam keadaan sakit, secara otomatis seluruh
badan terasa sakit dan kualitas hidup juga akan menurun.
“Infeksi
HIV juga dapat menimbulkan infeksi lainnya di mulut, seperti virus herpes
simpleks yang tampak seperti sariawan, human pappiloma virus yang dapat
menyebabkan tumor, dan virus herpes lainnya yang dapat menyebabkan penyakit
yang berbeda di dalam rongga mulut,” kata dosen kelahiran Mataram, 12 Agustus
1968 tersebut.
Jika
terindikasi terinfeksi HIV, Irna menganjurkan penderita untuk melakukan
konseling dan pemeriksaan ELISA, suatu tes untuk mendeteksi antibodi tubuh
terhadap HIV. Jika terbukti positif, maka penderita akan menjalani terapi obat
anti retroviral (ARV).
Sayangnya,
hingga saat ini obat tersebut belum benar-benar bisa menyembuhkan penderita HIV
secara tuntas. Obat ARV baru berfungsi memperlambat laju pertumbuhan virus di
dalam tubuh.
“Pasien
HIV itu khas, selain perawatan penyakitnya itu sendiri, segi psikisnya juga
perlu ditangani. Merawat pasien HIV itu harus dengan ‘hati’. Sebab, masih ada
stigma (cap buruk) yang melekat pada penderita HIV dan diskriminasi yang
seringkali mereka alami,” paparnya.
Banyak
masyarakat yang masih beranggapan bahwa HIV hanya diderita oleh para pekerja
seks atau pengguna narkoba, padahal penyandang HIV dari kalangan ibu rumah
tangga dan anak-anak meningkat terus belakangan ini.
Irna
juga menjadi tim penanggulangan HIV AIDS dan menjadi dokter di Unit Pelayanan
Gigi dan Mulut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, khususnya di bidang Penyakit
Mulut. Di klinik Teratai RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, tim penanggulangan
yang terlibat terdiri dari dokter umum, berbagai dokter spesialis seperti
dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis anak, dokter spesialis
syaraf, dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter spesialis kebidanan dan
kandungan, dan dokter spesialis lainnya serta tim khusus konseling.
“Saya
melihat mereka semua bekerja dengan ‘hati’, melayani tanpa stigma dan diskriminasi”
ujarnya singkat.
Ia
sendiri sudah banyak meneliti tentang HIV AIDS yang dikaitkan dengan kesehatan
rongga mulut. Penelitian terbarunya saat ini mengenai hubungan antara infeksi
HIV dengan infeksi oportunistik, dengan fokus pada virus Herpes. Berdasarkan
penelitiannya, virus HIV bisa memicu virus Herpes untuk berkembang biak, dan
sebaliknya.
Penelitiannya
pun telah banyak mendapatkan hibah dalam negeri maupun luar negeri. Saat ini,
Irna melakukan penelitiannya di University of California San Fransisco melalui
Hibah Penelitian Kerja Sama Luar Negeri dan Publikasi Internasional Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti).
Selain
itu, hasil penelitiannya telah terpublikasi secara nasional maupun
internasional. Irna juga pernah menjadi penerima Grant pada konferensi “The
6th World Workshop on Oral Health and Diseases in AIDS” di Beijing, China,
2009 yang diselenggarakan oleh International Association for Dental Research
(IADR).
“Penelitian
HIV yang sedang saya kerjakan ini tidak bisa selesai dalam waktu singkat,
bahkan harus berkelanjutan hingga dapat diaplikasikan untuk pelayanan kesehatan
penderita HIV. Namun setidaknya, saat ini saya bisa menyumbangkan hasil
penelitian ini bagi kemajuan ilmu pengetahuan,” pungkasnya.*
Sumber : http://www.unpad.ac.id/profil/dr-irna-sufiawati-drg-sp-pm-tekun-teliti-infeksi-hiv-di-rongga-mulut